Lombok Barat, Kamis 23 Oktober 2025 – Setiap tanggal 22 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Santri Nasional (HSN). Peringatan tahun 2025 ini mengusung tema besar “Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia,” menegaskan posisi strategis santri yang tidak hanya sebagai penjaga warisan sejarah, tetapi juga aktor utama dalam pembangunan bangsa dan peradaban global.
Peringatan HSN, yang ditetapkan oleh Pemerintah sejak tahun 2015, menjadi momentum refleksi untuk mengenang kembali peran sentral kaum santri dan ulama dalam perjuangan kemerdekaan melalui Resolusi Jihad, sekaligus memperteguh nilai-nilai keislaman yang rahmatan lil ‘alamin di tengah tantangan zaman modern.
Semangat HSN 2025 terasa kuat di berbagai daerah, termasuk di Nusa Tenggara Barat. Dr. Khuwailid Muhammad Said, L.C., M.A., Ketua Yayasan Pondok Pesantren (Ponpes) Asshohwah Al-Islamiyah Dusun Biletepung, Beleka, Gerung, Lombok Barat (Lobar), menyatakan bahwa pesantrennya selalu aktif merayakan Hari Santri.
“Sejak diputuskan oleh pemerintah tanggal 22 Oktober, Asshohwah Al-Islamiyah selalu aktif merayakan Hari Santri Nasional. Bukan hanya sekadar upacara, tapi biasanya satu minggu itu kita liburkan untuk merayakan,” ujarnya.
Berbagai kegiatan dan perlombaan yang berhubungan dengan kesantrian digelar, seperti Syarhil Qur’an, lomba pidato, kaligrafi, dan cerdas cermat, menunjukkan upaya pesantren dalam melestarikan tradisi keilmuan sekaligus mendorong kreativitas santri.
Dr. Khuwailid juga memberikan definisi mendalam mengenai sosok santri di era ini. Menurutnya, santri adalah individu yang belajar Islam, penjaga nilai Islam, dan agen perubahan. Tiga kategori ini harus dikelola dan di internalisasi oleh setiap santri.
Untuk mencapai idealisme tersebut, Ponpes ini menanamkan Panca Jiwa (lima dasar) kepada setiap santri:
1. Ikhlaskan niat karena Allah Subhanahu wa ta’ala. 2. Berakhlak dan beradab mulia. 3. Sabar dan tekun dalam menuntut ilmu. 4. Percaya diri dan Mandiri 5. Berukhuwah Al-Islamiyah (persaudaraan Islam).
“Jika lima dasar ini atau Panca Jiwa bisa kita terapkan, maka tiga kategori (pelajar agama, penjaga nilai, dan agen perubahan) insya Allah bisa kita realisasikan,” tegasnya.
Ketua Yayasan Ponpes tersebut mengatakan Hari Santri adalah momentum untuk mengenang perjuangan ulama dan santri masa lalu. Semangat perjuangan saat ini bukan lagi dengan senjata, melainkan dengan semangat belajar.
“Tugas kita sekarang ini adalah sebagai seorang santri harus semangat belajar. Dengan semangat belajar itu, insya Allah kita sudah meneladani apa-apa yang dicontohkan oleh para ulama,” pesannya.
Sebagai pesan moral utama, beliau menekankan bahwa idealnya seorang santri harus cerdas secara spiritual, cerdas secara intelektual, dan cerdas secara emosional. Keseimbangan ketiga kecerdasan ini menjadi kunci bagi santri untuk dapat berkontribusi maksimal kepada masyarakat.
Kemudian harapannya, agar para santri ke depan dapat berperan aktif dan berkontribusi lebih besar lagi kepada masyarakat, bangsa, dan negara, mewujudkan makna sejati dari tema HSN 2025: mengawal Indonesia merdeka dan membawa nilai-nilai Islam Indonesia menuju peradaban dunia yang damai dan berkeadaban,”tutupnya”.










